top of page
Gambar penulisKavita Media

KEKUATAN DAN KEKUASAAN INFORMASI (:Fenomena Indonesia Terkini

Keterbukaan dan transparansi informasi dalam semua aspek kehidupan merupakan tuntutan utama era INFORMASI ; Keterbukaan dan transparansi informasi merupakan tuntutan yang tak bisa dihindari, tapi harus dihadapi; tak ada cara lain yang lebih bertenaga untuk menghadapi dan menjawabnya selain memberikan informasi yang bergizi, berpengaruh, terpercaya dan dapat mengedukasi.


Di era yang hampir semuanya bersifat cepat dan instan, informasi merupakan kekuatan baru yang memiliki prospek sangat menjanjikan dari aspek ekonomi. Misalnya informasi informasi tentang produk dan jasa layanan.


Ibarat air, informasi memiliki aliran kekuatan yang menguntungkan dan juga merugikan. Air jernih memberikan kehidupan, namun air bah atau banjir menghancurkan kehidupan. Sama halnya dengan informasi, ada yang bermanfaat dan ada yang tidak. Apakah informasi bermanfaat atau tidak sangat tergantung pada individu yang menyampaikan atau orang yang meneruskannya, dan atau orang yang menerimanya. dengan kata lain, informasi bisa bias dan atau sengaja dibiaskan sehingga terjadi kerucut informasi. Misalnya dalam suatu iring-iringan barisan, orang yang ada di barisan depan menyampaikan informasi: "hati-hati ada jembatan di depan", namun ketika informasi sampai pada orang di barisan paling belakang berubah menjadi: "hati-hati ada tembakan di depan".


Pengerucutan informasi acapkali dilakukan oleh kelompok penekan, anti kemapaman dan kelompok oposisi terhadap pemerintah. Informasi yang lengkap dan tepat (facts and figures) dimanipulasi sedemikian rupa melalui permusyarawatan negatif (negative bargaining). Misalnya informasi mengenai rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Rp 6000 menjadi Rp 6450 dimanipulasi sedemikian rupa seolah-seolah jika BBM naik, Indonesia akan kiamat. Sementara premium eceran dengan harga Rp 6000 sampai Rp 8000 di pinggiran-pinggiran jalan tidak dipersoalkan.


Contoh lainnya tentang pengerucutan informasi adalah pemberitaan korupsi e-ktp, yaitu terdapat sejumlah statement yang tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi sebenarnya. Namun yang selalu di blow up dalam pemberitaan adalah keadaan d luar dari konteks dan proses hukum yang lebih menjurus pada unsur politiknya. Dampak bias lainnya dari informasi di antaranya pelatikan panglima TNI baru, pelarangan terhadap umat agama tertentu beribadah, perkelahian ormas agama tertentu dengan warga masyarakat di Solo-Jawa Tengah, dan sejumlah peristiwa anarkis lainnya; semuanya terjadi karena informasi yang diterima oleh masyarakat tidak utuh dan atau dipalsukan oleh kelompok-kelompok kepentingan. Mereka adalah orang-orang yang eksistensi dan hidupnya merasa terancam dengan informasi yang kaya (information-rich) akan hal yang membangun kehidupan. Mereka tidak begitu tertarik dengan informasi yang lengkap dan tepat (facts and figures), tetapi lebih tertarik dengan informasi palsu (mendacious information).


Umumnya mereka adalah orang-orang yang sebelumnya penganjur kehidupan kepada orang lain agar hidup bermartabat dan bermoral; sementara yang lainnya adalah orang-orang yang tak puas mengejar kemewahan dan kemudahan; dan yang lainnya lagi adalah orang-orang yang aneh dalam berpikir dan berperilaku; mereka umumnya terhimpun dalam kelompok penekan, anti kemapaman dan kelompok oposisi terhadap pemerintah; tapi ketika masuk di dalam sistem, mereka tidak mampu melakukan apa yang mereka kritik sendiri.


Berbagai masalah yang terus mendera bangsa Indonesia, seakan-akan tidak ada lagi solusinya, penyebabnya semata-mata bukan hanya karena faktor ekonomi dan kebodohan, tetapi yang terbesar dan terberat adalah yang berkaitan dengan informasi tidak bernutrisi yang diterima oleh masyarakat; maksudnya informasi yang diterima oleh masyarakat tidak sehat lagi karena penuh dengan konspirasi (conspiracy) dan rekayasa.


Orang-orang yang hidupnya merasa terancam dengan informasi yang lengkap dan tepat (facts and figures) adalah orang-orang yang tidak mendapatkan kepuasan jiwa dari apa yang mereka miliki. Sebagian dari mereka nanti puas jika orang yang mereka tekan dan sakiti menderita. Apapun cara yang mereka lakukan dianggap tidak menjadi soal, yang penting keinginan mereka tercapai. Mereka adalah orang-orang yang hidup tanpa visi dan selalu merasa terancam dengan hal yang baik. Akibat tidak adanya visi yang membangun dalam hidup mereka, mereka selalu melakukan perlawanan atau penolakkan terhadap hal yang baik, tidak menghargai nilai (value) dan terlalu cepat menilai hal yang baik sebagai kepahitan hidup.


Kemajuan teknologi informasi telah menguasai emosi dan pikiran mereka (kelompok penekan, anti kemapaman, dan kelompok oposisi terhadap pemerintah), sehingga mereka dalam berpikir, berprilaku, dan dalam bertindak cenderung mendorong masyarakat agar bereaksi negatif, destruktif dan anarkis terhadap setiap hal yang baik. Akibat pengaruh informasi negatif yang mereka distribusikan ke masyarakat telah mengakibatkan sebagian warga masyarakat kehilangan potensi logikanya, sehingga mengakibatkan cukup banyak warga masyarakat yang tidak mampu membentuk penalaran yang sehat. dari potensi etika pun lebih memprihatinkan, cukup banyak warga masyarakat yang tidak mampu berinteraksi dengan sesama dan tidak menghormati prinsip-prinsip religius dan sosial; tidak menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan agama; tetapi lebih senang mengobral kata-kata yang tidak sopan tanpa mempertimbangkan akibat-akibatnya; kata-kata yang manis untuk meningkatkan kegairahan dan semangat hidup selalu ditelan oleh amarah dan kecongkakan hidup; perilaku hidup yang tidak terpuji tersebut selalu terefleksi dalam tindakan-tindakan nekat dan berani seperti keterlibatan dalam kerusuhan, kekerasan dan pembunuhan; semuanya merupakan bukti vulgar bahwa bangsa Indonesia saat ini cukup banyak kehilangan masyarakat yang kebaikkan hatinya laksana embun pagi di atas rumput.


Jumlah orang yang mengerucutkan informasi tidak banyak, prosentasenya sangat kecil, namun karena banyak diliput dan selalu di blow up oleh sejumlah media tertentu, maka dampak dan gaungnya lebih besar daripada jumlah orang-orang yang melakukan lompatan-lompatan kemajuan dan keberhasilan. Mereka memanfaatkan percepatan jaringan informasi secara tidak bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang melanggar aturan dan tak bermoral. Semua tindakan dan hal yang destruktif yang mereka lakukan diklaim oleh mereka sendiri sebagai hal yang baik dan terpuji. Walaupun apa yang mereka lakukan bertentangan dengan etika dan norma, namun mereka menganggapnya sebagai hal yang normal, serta tidak merasa bersalah dan tidak merasa takut sedikit pun. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan yang bertentangan dengan nilai dan moral telah mengkerdilkan dan menyelubungi masa depan mereka sendiri.


Disadari atau tidak, kecepatan dan keterbukaan informasi saat ini telah menjadi kekuatan penggerak menuju perubahan. Antara lain perubahan dari birokrasi ke debirokratisasi, perubahan dari pelayanan konvensional ke pelayanan prima, perubahan dari closed management ke open management, dan perubahan dari pola pikir yang selalu minta diberdayakan ke sikap mental yang "diharuskan" mampu memberdayakan diri sendiri secara profesional dan kompetitif. Informasi sebagai kekuatan tidak hanya menjadi milik orang-orang tertentu, tetapi semua orang bisa menyediakan (supply) dan mengaksesnya. Alat yang dibutuhkan untuk menyampaikannya pun mudah tersedia dan bisa diletakan di atas meja kerja, di dalam kendaraan, atau di telapak tangan; dan penyampaian informasinya pun lebih cepat dan jangkauannya sangat luas dengan alat bantu yang lebih kecil, lebih ringan dan mudah dibawa-bawa (portabel).


Dalam perkembangan dunia iniformasi yang begitu pesat saat ini yang paling dominan adalah individu yang makin individualistik. Mereka mengelola dunia bukan lagi berdasarkan manajemen tetapi berdasarkan tindakan individu. Mereka mendobrak dan mengubah dunia dengan informasi yang membawa kemajuan dan sekaligus menghancurkan kehidupan. Short Message Service (SMS) viaHandphone, Blackberry Messenger (BBM) via Blackberry dan prasarana informasi lainnya yang memiliki fungsi sejenis mempercepat dan memudahkan masyarakat dunia untuk mengubah wajah dunia demi kemajuan dan keunggulan, dan sebagian kecil lainnya menggunakannya untuk tujuan yang destruktif. Sekarang ini lebih banyak handphone (HP) beredar dibanding jumlah penduduk di muka bumi ini. di Jepang misalnya, jumlah handphone (HP) dan Blackberry yang beredar lebih banyak daripada jumlah penduduknya.


Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat dan pesat membuat orang yang semula skeptis dan pesimis bahwa antara orang di belahan bumi A dengan orang di belahan bumi B tak mungkin bertukar informasi melalui alat komunikasi dari telapak tangan hanya bisa berkata, "Jalan raya informasi tidak perlu memiliki jaringan serat informasi yang rumit dari dunia A ke dunia B. Mereka telah sadar bahwa kekuatan informasi tidak butuh waktu lama untuk menjajah dunia, dan kini telah terbukti. Kemajuan informasi telah membuat hal yang semula menurut pikiran banyak orang mustahil terjadi, kini siapa pun hanya geleng-geleng kepala. Melalui prasarana iniformasi, wajah seseorang dari satu tempat bisa muncul di tempat lainnya; atau berbagai kejadian dan peristiwa di belahan dunia yang satu dengan seketika langsung terinformasi dan dapat diakses oleh banyak orang di belahan dunia lainnya.

Kemajuan dan kecepatan teknologi informasi, setuju atau tidak, dalam kenyataannya telah "memaksa" orang-orang yang mempertahankan cara berpikir konvensional agar berubah dan sekaligus mengajarkan kepada kita agar mengerjakan segala sesuatu dengan cara yang berbeda dan unggul. Program ruang angkasa yang diperjuangkan oleh John F. Kennedy tujuan utamanya bukan menempatkan orang Amerika di bulan; tetapi untuk menciptakan teknologi baru, memperluas cakrawala ekonomi dan untuk mengerjakan segala sesuatu dengan cara yang berbeda.


Friedrich Wilhelm Nietzche mengemukakan bahwa orang yang menguasai informasi adalah penguasa dunia. Ungkapan Nietzche bahwa informasi menguasai dunia bukan cerita nanti, tapi sudah terbukti. Dulu manusia yang menguasai informasi, tapi sekarang informasi yang menguasai manusia. Dulu hanya sejumlah rumah yang memiliki telepon, itu pun hanya di rumah yang berada di tengah kota, tapi sekarang hampir seluruh anggota keluarga di dalam satu rumah memiliki handphone (HP), bahkan satu orang memiliki lebih dari satu handphone.


Kehidupan masyarakat dunia saat ini sangat tergantung pada sarana informasi. Kepemilikan Informasi saat ini sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Pemusatan informasi pada masa-masa sebelumnya hanya berada pada tangan beberapa orang saja, dan hanya menjadi milik rahasia orang-orang tertentu saja, tapi kini informasi telah terbuka dan telah menjadi milik hampir semua orang. Kaya-miskin, dari kota sampai desa, ayah, ibu, anak, bahkan sampai pembantu; semuanya memiliki atau dikuasai alat informasi untuk mempermudah komunikasi.


Informasi sebagai kekuasaan adakalanya disalahgunakan untuk tujuan ekonomi oleh orang-orang yang mengalami degradasi moral, antara lain mereka menggunakannya sebagai alat tawar-menawar (bargaining) dan atau digunakan sebagai alat untuk menekan seseorang. Informasi yang bermotif ekonomi seperti ini tidak mudah mempengaruhi orang yang memiliki integritas. Umumnya yang menjadi korban adalah orang-orang yang tidak disiplin dalam hidup dan atau orang yang bekerja tidak sesuai aturan. Modus operandi yang dilakukan oleh orang-orang seperti itu antara lain menipu nomor rekening nasabah bank; menawarkan proyek ke instansi atau lembaga, namun dengan persyaratan harus ada service commitment.


Salah satu faktor yang dapat membawa perubahan di era informasi ini adalah adanya tokoh, yaitu Tonas (tokoh nasional), Tomas (tokoh masyarakat), Toga (tokoh agama), Tomu (tokoh pemuda), dan sejumlah tokoh lainnya di tengah masyarakat sebagai dinamisator untuk membangun kehidupan yang demokratis, rukun dan damai. Tapi adakalanya ada tokoh yang berupaya sedemikian rupa untuk menumbuhkan masalah bertunas, dan mengeksploitasi informasi atau pesan-pesan fitnah yang menjatuhkan dan meruntuhkan bangunan kehidupan.


Tokoh yang mengalami dekadensi moral seperti itu sebelumnya adalah tokoh yang berpikir konsisten dan memiliki pengaruh kuat untuk memajukan kehidupan, tapi kemudian berubah menjadi tidak konsisten dengan orientasi selalu "mengambil bukan memberi". Kegemaran mereka adalah mempermainkan informasi berdalang intrik (intrigue). Mereka senang memelihara dan membudidayakan informasi yang penuh kebohongan. Mereka adalah kelompok penekan, anti kemapaman, dan kelompok oposisi terhadap pemerintah, yang selalu memanfaatkan situasi dan keadaan untuk merekayasa informasi yang lengkap dan tepat (facts and figures). Masalah yang sebenarnya tidak pernah terjadi dibuat oleh mereka seolah-olah nyata terjadi. Mereka adalah kelompok yang membingungkan masyarakat dengan informasi palsu (mendacious information), sehingga membuat sebagian masyarakat menjadi korban, dan sebagian masyarakat lainnya tidak tahu terminal akhir dari informasi yang mereka terima.


Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia yang bhinneka dalam banyak hal hanya bisa dibangun dengan informasi membangun atau dengan perundingan secara kolektif (collective bargaining) bukan dengan informasi sesat atau permusyawaratan negatif (negative bargaining). Eksistensi para tokoh membingungkan tersebut yang suka mempermainkan informasi dan selalu memunculkan masalah lain untuk menggantikan fokus perhatian terhadap masalah yang belum terselesaikan, jelas tidak bisa membuat bangsa Indonesia menjadi besar dan bermartabat. Untuk bisa mewujudkan bangsa Indonesia yang besar dan bermartabat, bangsa Indonesia butuh tokoh yang mampu memposisikan dirinya sebagai panutan di tengah masyarakat, bangsa dan negara, yaitu tokoh yang memiliki sikap dan kesukarelawanan dalam melahirkan sejumlah gagasan yang bermanfaat bagi kehidupan; atau tokoh yang memiliki gagasan dan pemikiran yang sehat dan cerdas, serta memiliki kebiasaan hidup yang berorientasi pada karya-karya positif, inovatif, produktif dan kompetitif.


Informasi bukan permainan bahasa, tetapi merupakan kekuatan dan kekuasaan; namun kekuatannya tak bisa melebihi kekuatan manusia yang menciptakannya, dan kekuasaannya tidak bisa menguasai manusia. Ibarat kuda, secepat apa pun larinya, tetap masih orang yang menungganginya (joki) lebih cepat; demikian halnya dengan alat informasi, secanggih atau sehebat apa pun alat informasi, tetap yang lebih hebat adalah manusia yang menciptakannya. dengan kata lain, jangan kita dikendalikan oleh informasi, tetapi harus kita yang mengendalikan informasi.


Informasi destruktif jika kita mampu mengolahnya menjadi konstruktif merupakan modal yang sangat berharga untuk membangun bangsa Indonesia menjadi besar dan bermartabat. Sebaliknya jika kita membiaskan informasi yang lengkap dan tepat (facts and figures) untuk memperbesar ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, atau untuk menimbulkan kebencian orang miskin terhadap orang yang beruntung secara ekonomi, dan atau untuk mendorong satu kelompok atau golongan berprasangka buruk atau bersikap antipati terhadap kelompok atau golongan lainnya karena perbedaan, berarti kita telah melakukan tindakan penghilangan harkat manusia (dehumanisasi). Kalau kita terus "memanipulasi" suatu kenyataan dengan informasi palsu (mendacious information), penulis yakin masalah besar bangsa ini tak akan terselesaikan, tetapi akan terus bertumpuk-tumpuk dan tak akan ditemui unsur keadilannya sampai generasi mendatang.


Alasan pembenaran yang dilakukan dengan cara memasulkan informasi merupakan suatu kejahatan sosial. Sebab salah satu tujuan informasi pada era modern ini adalah untuk membentuk kelompok sosial yang berpengetahuan dan berakar pada realita. Informasi yang menyesatkan seperti ini harus dihindari, bahkan sebagiannya lebih layak dibuang ke tong sampah. Informasi adalah realitas (data) yang diberi makna melalui konteks. Sebagian informasi seringkali bertolak belakang dengan kenyataan, bahkan ada yang melampaui kenyataan; sehingga ungkapan Friedrich Wilhelm Nietzche yang mengatakan bahwa orang yang menguasai informasi adalah penguasa dunia menjadi terbalik bila dihadapkan pada informasi yang menyesatkan dan atau dipalsukan. Orang yang memiliki perilaku hidup seperti ini tidak menguasai informasi, tetapi dikuasai oleh informasi.


Tidak ada rencana yang gagal jika kita tidak ingin terikat atau tidak mengikatkan diri dengan ikatan-ikatan dampak negatif kemajuan informasi yang mematikan potensi diri. Bangsa Indonesia dalam membangun membutuhkan peran serta atau partisipasi aktif masyarakat yang sehat dalam berpikir, berperilaku dan sehat dalam bertindak; mandiri dalam menentukan sikap; responsif dan memiliki antisipasi kuat untuk menolak kekuatan-kekuatan informasi palsu (mendacious information) yang menghancurkan kehidupan; serta tangguh dalam menghadapi dampak negatif kemajuan teknologi informasi. Sebab keunggulan masa depan negara mana pun di dunia ini, termasuk bangsa Indonesia, ditentukan oleh perilaku dan moral masyarakatnya yang tidak berputar-putar menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia.

Postingan Terakhir

Lihat Semua

INFORMASI

Comments


bottom of page