top of page
Gambar penulisKavita Media

Kecerdasan Buatan dan Internet of Thing Semakin Berkembang



Pada 2017, semua produsen sudah mulai mengusung konsep pintar pada perangkat yang mereka rilis. Lalu, bagaimana dengan 2018? Teknologi diprediksi akan semakin canggih dan mengubah cara manusia hidup saat ini.

Salah satu contoh pengembangan teknologi terbaru saat ini ialah Intelligent things yang bisa bekerja mandiri, tanpa bantuan manusia Kombinasi AI dan machine learning memasuki era Internet of Things yang baru yakni Intelligent Things yang memungkinkan kamu berinteraksi dengan cara yang lebih kohesif. Contohnya: perangkat seperti Amazon Echo dan Google Home yang bisa menerima perintah dengan suara. Diprediksi kamu akan lihat semakin banyak yang menggunakan teknologi suara. Bahkan beberapa perangkat pintar lainnya bakal bekerja secara mandiri tanpa input manusia.


Adopsi platform Internet of Things (IoT) akan mendominasi strategi perusahaan IT pada 2018, bersamaan dengan beberapa area lainnya. Solusi IoT memberikan wawasan berharga untuk mendukung transformasi digital dan dengan cepat menjadi keharusan di hampir semua sektor industri dan pasar. TI harus bekerja sama dengan pihak operasi bisnis untuk fokus pada kebutuhan bisnis yang spesifik dan menentukan ruang lingkup proyek IoT.


Prediksi Perkembangan Internet of Things dan Drone di Indonesia Tahun 2018

Tren IoT di Indonesia tahun ini mengarah ke B2B dan pemanfaatan drone yang lebih luas

Perkembangan teknologi memasuki level perangkat yang saling terhubung atau akrab di sebut dengan IoT (Internet of Things). Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, perkembangan IoT berkembang pesat baik dari segi perangkat maupun pemanfaatannya. Di Indonesia pun demikian. IoT mulai dilihat banyak orang sebagai bentuk inovasi sebagai generasi selanjutnya perkembangan teknologi. Banyaknya perusahaan telekomunikasi yang berinvestasi dan startup-startup yang hadir bertema IoT menjadi tanda bahwa IoT akan terus tumbuh.


Industri IoT secara umum membutuhkan persediaan perangkat dan infrastruktur yang memadai, baik dari segi ketersediaan server, cloud, maupun koneksi yang mumpuni untuk mendukung penggunaan secara maksimal. Di level perusahaan, perusahaan telekomunikasi menjadi salah satu yang terlihat gencar berinovasi di segmen IoT ini. Nama-nama seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Smartfren menjadi nama yang sering diberitakan terkait inovasi mereka di segmen IoT.


Indosat Ooredoo mengembagkan Vessel Monitoring System, sebuah layanan yang dirancang untuk memonitoring pergerakan kapal dan aktivitasnya. Telkomsel juga menguji cobakan jaringan NB-IoT (Narrowband Internet of Things) di jaringan 4G yang dirancang khusus untuk menyambut tren IoT di Indonesia. Tak jauh beda, Smartfren pun demikian. Melalui wawancara beberapa waktu lalu, Smartfren mulai fokus ke bisnis M2M (machine to machine) meski masih dalam tahap “siap-siap” meluncur di tahun ini.


Prediksi di 2018


Co-Founder IoT.co.id Martin Kurnadi berpendapat bahwa tren IoT di Indonesia di tahun 2018 akan lebih fokus ke arah B2B. Solusi akan dibutuhkan perusahaan dalam membantu memudahkan operasional, alasan lainnya karena dapat memangkas anggaran dan meningkatkan efisiensi kerja. Solusi dari IoT pun diprediksi akan dikombinasikan dengan beberapa teknologi lain seperti pengolahan data dan kecerdasan buatan. Martin lebih jauh menjelaskan ada beberapa faktor yang akan berpengaruh pada perkembangan industri IoT di tanah air, yakni faktor teknis dan non teknis. Dari segi teknis, ketersediaan perangkat dan kompetisi dari pemain luar menjadi tantangan berarti. Ketersediaan komponen untuk perangkat masih jarang di Indonesia. Dari segi non teknis, Martin menilai masih ada kesulitan mencari model bisnis.


Salah satu penggiat IoT tanah air Andri Yadi, yang juga merupakan pendiri Dycode X, bercerita ada beberapa hal yang akan mempengaruhi industri IoT tanah air. Andri menyoroti ketersediaan jaringan yang membutuhkan low power sehingga perangkat tidak membutuhkan daya yang besar atau bisa memanfaatkan daya dari batere. Belum lagi masalah frekuensi. Diharapkan pemerintah bisa mengatur frekuensi-frekuensi yang nantinya digunakan untuk perangkat IoT agar tetap terkendali dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.


Selain itu ketersediaan perangkat “mentah” masih menjadi masalah bagi para pengembang-pengembang IoT tanah air. Harapannya pemerintah bisa membantu memudahkan import perangkat-perangkat mentah ini untuk membantu inovasi para pengembang. Untuk permasalahan lainnya, Andri melihat keamanan akan tetap menjadi concern utama. Meski para pengembang sudah sangat memperhatikan keamanan, baik dari segi data, firmware, atau perangkat mereka, keamanan perangkat-perangkat IoT ini masih tetap harus menjadi fokus seiring mulai banyaknya implementasinya. Sofian Hadiwijaya, seorang profesional yang juga mengamati dunia IoT, menganggap pergerakan industri IoT di tanah air masih belum terlihat signifikan. Hanya saja pendidikan dan inovasi akan semakin luas mengingat semakin banyak maker di Indonesia. Untuk inovasi, Sofian melihat smart home dan smart farming masih menjadi dua sektor yang akan dikembangkan di Indonesia saat ini.


Seperti dikutip dari laporan Computer Weekly, tren IoT di Asia Tenggara akan menghadapi sejumlah tantangan tahun ini. Beberapa di antaranya adalah latency dan pengelolaan data. Global Vertical Strategy and Marketing Equinix Tony Bishop dalam sebuah artikel menjelaskan bahwa akses ke jaringan, cloud, dan kemampuan bekerja di berbagai lingkungan aplikasi adalah faktor sukses sebuah solusi IoT. Hanya saja semakin banyak perangkat IoT yang terhubung dan mengharuskan koneksi real time mengakibatkan permasalahan latency dan performa. Kaitannya tidak hanya dengan kecepatan akses tapi juga ketahanan.

Infrastruktur adalah salah satu jalan utama bagi inovasi dan terobosan teknologi di era sekarang. Peran pemerintah dan perusahaan telekomunikasi sangat dibutuhkan di sini. Semakin baik infrastruktur yang dibangun semakin mungkin Indonesia akan mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan teknologi IoT.


Fenomena bernama drone


Wearinasia, startup yang secara khusus menjual perangkat-perangkat wearable dan drone bercerita kepada DailySocial bahwa pertumbuhan transaksi pembelian drone meningkat 100% secara YoY untuk tahun 2015-2016. Prediksinya tahun ini akan terus meningkat. Harga drone diprediksi akan mulai membumi dengan semakin banyaknya pilihan drone di entry level, drone mini misalnya. Drone mini saat ini paling banyak dicari di Wearinasia.


CMO Wearinasia Andrew Gunawan lebih lanjut memaparkan drone ke depannya tidak hanya digunakan untuk industri hiburan, tetapi juga untuk keperluan lain yang lebih teknis.“Saat ini penggunaan drone intensitasnya makin tinggi di industri media dan perfilman. Belakangan ada beberapa calon mitra yang menawarkan produk produk drone untuk keperluan industri, misalnya drone instalasi listrik sampai drone yang dilengkapi tear gas,” ujarnya.


Memasyarakatkan Pernagkat Wearable dan IoT di Indonesia

Adopsi wearable dan Internet of Things (IoT) masih minim, meski sudah mulai bermunculan startup IoT yang berkualitas

Menarik sekali mengikuti perkembangan teknologi di Indonesia, terlebih ekosistem pengembangan dan daya konsumsi yang sudah cukup tinggi. Kami berkesempatan mewawancarai beberapa narasumber terkait perkembangan perangkat wearable dan IoT (Internet of Things) berikut dengan pernak-pernik yang mewarnainya. Sebelum lebih jauh bercerita mengenai perkembangan teknologi ini di Indonesia, alangkah baiknya kita mengenal lebih dekat teknologi wearable dan IoT ini. Seperti yang disampaikan Sofian Hadiwijaya, seorang Intel Innovator yang juga merupakan salah satu pendiri Crazy Hackerz (Crackerz), wearable dan IoT adalah dua hal yang berbeda.


Perangkat wearable, menurut Sofian, merupakan generasi selanjutnya dari smart device. Sebuah perangkat dengan teknologi mutakhir yang digabungkan dengan perangkat-perangkat yang sudah akrab dengan keseharian kita, seperti jam tangan, kacamata, pakaian, dan lain sebagainya yang mengantarkan tren baru dalam industri mobile. Bisa dikatakan teknologi sekarang sudah mengalami pergeseran yang semula portable menuju wearable. Sementara untuk IoT ia menjelaskan, “IoT adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari konektivitas internet yang tersambung secara terus-menerus guna berbagi data, mengontrol benda-benda fisik via gadget, dan banyak manfaat lainnya. Cara kerjanya adalah dengan memanfaatkan sebuah argumentasi pemrograman yang mana tiap-tiap perintah argumennya itu menghasilkan sebuah interaksi antara sesama mesin yang terhubung secara otomatis melalui Internet.”


Kesimpulannya adalah sebuah wearable device belum tentu dapat terhubung dengan Internet dan IoT pun juga belum tentu merupakan sebuah wearable device. Meskipun demikian, keduanya juga saling mendukung dan sebenarnya teknologi wearable device adalah bagian perkembangan IoT.


Tren Perkembangan di Tanah Air


Dengan kecanggihan dan rupa yang familiar dengan masyarakat, perangkat wearable ini nyatanya belum begitu tinggi tingkat adopsinya di Indonesia. Sofian menjelaskan bahwa sejauh ini meski sudah banyak brand yang masuk ke Indonesia, adopsi wearable device ini baru dilakukan oleh beberapa kalangan.


Hal senada juga disampaikan I Putu Agus Eka Pratama, seorang dosen yang juga penulis buku berjudul “Smart City Beserta Cloud Computing dan Teknologi-teknologi Pendukung Lainnya”, dan Eka Tresna Irawan, salah seorang Developer di proyek IGOS Nusantara. Menurut mereka adopsi wearable device di Indonesia masih belum terlihat masif, meskipun tren konsumsi produk IT cukup tinggi di masyarakat. Sedang untuk IoT, ketiganya sepakat, meski baru tahap pengenalan, sambutan positif terlihat dari mulai banyaknya acara, komunitas, dan startup-startup yang masuk di ranah ini. “Konsep IoT itu bagus. Andai bisa diterapkan di Indonesia, ada banyak hal yang bisa diselesaikan dengan baik, misal pendidikan, kesehatan, kemacaten, dan lain-lain. Hal ini juga termasuk salah satu pendukung konsep smart city,” papar I Putu.


Di Indonesia sendiri mulai banyak komunitas IoT dan makerspace bermunculan, beberapa contoh startup IoT dari Indonesia yang sudah go international, yakni eFishery dan Cubeacon, sebagai salah satu sinyal positif teknologi ini bisa berkembang dan mendapat penerimaan lebih baik di Indonesia.


Faktor-faktor penghambat di Indonesia


Tidak dapat dipungkiri akses untuk mendapatkan perangkat wearable dan IoT di Indonesia masih terbilang minim, baik untuk penggunaan ataupun pengembangan. Hal itu bisa menjadi salah satu faktor penghambat tumbuhnya tren wearable dan IoT di Indonesia. Faktor lain yang bisa menjadi menghambat adalah kesenjangan. I Putu memaparkan bahwa “digital divide” (kesenjangan digital) dan “knowledge divide” (kesenjangan berbagi pengetahuan) menjadi salah satu faktor penghambat untuk penetrasi sebuah teknologi, tak terkecuali untuk tren wearable dan IoT . Pendidikan dan pemahaman masyarakat dirasa memegang peranan kunci sukses sebuah adopsi teknologi.


Dari sisi pengembangan, Sofian menjelaskan karena sampai saat ini belum ada pabrikan khusus yang membuat wearable device di Indonesia, hal ini menyebabkan para developer masih kesulitan dalam mengetes produk yang diciptakan. Mereka belum bisa mencoba-coba karena masih terbatasnya perangkat wearable yang ada di Indonesia.


Kehadiran marketplace khusus wearable device diharapkan mampu mendorong adopsi


Di Indonesia tidak banyak marketplace yang menjual dan menyediakan perangkat-perangkat ini, salah satu dan mungkin satu-satunya adalah Wearinasia. Mengusung konsep seperti marketplace kebanyakan, Wearinasia percaya dengan potensi pasar yang ada di Indonesia. Perkembangan Wearable dan IoT akan sangat menarik karena faktor tidak langsung yaitu penetrasi smartphone yang pertumbuhannya mencapai 30 persen setiap tahun, membawa angin segar. Hal ini tentunya akan semakin membuka lahan baru untuk wearable dan IoT mengingat ‘jantung’ dari mayoritas perangkat tersebut masih tersentral di smartphone,” ujar Chief Marketing Officer Wearinasia Andrew Gunawan.


Startup yang mengklaim sudah berhasil menjual seratus lebih perangkat meski baru beroperasi di Januari 2015 ini mempunyai cara sendiri untuk memasyarakatkan wearable device. Selain menyediakan barang Wearinasia juga rutin menyelenggarakan acara bulanan yang mengupas tentang wearable device dan pernak-perniknya. Mengingat wearable dan IoT masih dalam tahap awal, Wearinasia mencoba untuk mengedukasi lewat activation offline dan online sehingga lebih banyak lagi masyarakat yg mengenal wearable. Sampai nanti masyarakat telah menyerap wearable dan IoT (hardware), kami ingin menjadi merek yang juga mampu mengolah data-data tersebut agar mampu memberikan data yang lebih meaningful bagi penggunanya.


Simak video berikut : Indonesia Canggih Dengan Internet Of Thing



Simak video berikut : 5 POTENSI MENGERIKAN KECERDASAN BUATAN | ARTIFICIAL INTELLIGENCE



Postingan Terakhir

Lihat Semua

INFORMASI

Comments


bottom of page